Seperti yang sudah kita ketahui, penyerapan informasi sangat bergantung pada cara orang mengusahakannya, dan hal itu memiliki konsekuensi yang luas terhadap keberhasilan mereka dalam pembelajaran dan pelatihan. Dengan memberikan instruksi kepada anak dan para siswa melalui kekuatan gaya belajar, akan terlihat suatu perubahan sikap yang cepat dan tingkat kegagalan di sekolah turun secara efektif bahkan sampai ke titik nol. Pengaruhnya langsung bisa kita lihat terutama para siswa yang berprestasi rendah, karena wawasan tentang kemampuan belajar mereka menghasilkan perbaikan kinerja di kelas ketika mereka mulai mengerti gaya belajar mereka sendiri. Penelitian yang mendukung pernyataan ini bisa ditelusuri ke belakang lebih dari dua puluh tahun terakhir di Amerika, dan berkembang pesat ke seluruh dunia.
Di antara semua unsur yang membentuk gaya belajar seseorang secara keseluruhan, ada empat dari enam indra ( melihat, mendengar, menyentuh, dan merasa) yang paling mempengaruhi penyerapan informasi, ingatan, dan proses belajar. Jika diterjemahkan ke dalam istilah teknis, keempat indra itu bisa digambarkan sebagai modalitas indrawi atau preferensi perseptual visual, auditori, taktil dan kinestetik.
Pusat-pusat untuk memproses informasi indrawi tersebar di seluruh otak dan berkembang dengan kecepatannya sendiri pada setiap manusia. Anak-anak untuk pertama kalinya mulai belajar dan mengingat hal-hal sulit dengan mengalamninya langsung secara kinestetik (K), yang artinya butuh melibatkan seluruh tubuh ketika menyerap informasi dan mendapatkan ketrampilan dasar. Modalitas kedua yang berkembang adalah taktil (T), itulah sebabnya anak-anak kecil harus menyentuh apa saja yang menarik minat. Mereka belajar dengan menggarap serta berinteraksi dengan benda dan orang. Sekitar usia delapan tahun, sebagian anak mulai mengembangkan preferensi visual yang kuat (V), yang memungkinkan mereka menyerap informasi dengan cara mengamati dan melihat apa yang berlangsung di sekeliling mereka. Melihat menjadi alat belajar yang sangat penting. Kira-kira usia sebelas tahun, banyak yang mulai lebih bersifat auditori (A), artinya mereka mulai bisa belajar dengan baik terutama dengan mendengarkan dan dengan mudah mengingat informasi kompleks yang didengar.
Ternyata, mayoritas anak usia sekolah tetap bersifat kinestetik/taktil selama bertahun-tahun di sekolah dasar, dan jumlah siswa yang sangat auditori atau visual jauh lebih sedikit daripada yang dibayangkan para guru. Penelitian dilakukan di Selandia Baru dan ditemukan hasil yang sama (mulai dari kalangan eksekutif, para manajer dan pekerja, sampai siswa-siswa politeknik, universitas, atau sekolah bisnis). Bukti ini diperoleh dari banyaknya orang yang mendaftar untuk menggunakan instrument Working Style Analysis (WSA, Analisis Gaya Bekerja). Sedangkan instrumen yang digunakan untuk melihat preferensi gaya belajar seseorang menggunakan Learning Style Analysis (LSA, Analisis Gaya Belajar).
Mereka yang analisis visual (orang-orang dengan gaya berpikir otak kiri, berurutan dan reflektif) agaknya mampu mengingat kata-kata dan angka-angka dengan lebih baik. Sedangkan rekannya yang holistis visual (orang-orang dengan gaya berpikir otak-kanan, kreatif, dan acak) cenderung lebih baik dalam mengingat gambar, ilustrasi, grafik, dan simbol.
Ketika anak-anak dan orang dewasa tidak mengingat sebagian besar yang mereka dengar dan lihat, lalu bagaimana cara mereka mengingat? Mereka mengingat dengan cara menyentuh, merasakan, menangani, dan/atau mengotak-atik sesuatu. Ini semua adalah ciri-ciri pelajar taktil (T), yang merupakan porsi terbesar anak-anak di Selandia Baru. Selain itu, ditemukan bahwa proses penyerapan informasi melalui tangan adalah gaya yang lebih disukai oleh lebih dari 30 persen pelajar dewasa.
Kelompok besar lainnya adalah pelajar kinestetik (K). Mereka yang butuh mengalami langsung apa yang mereka pelajari. Mayoritas anak kecil, dan banyak lagi siswa serta orang dewasa, mampu belajar dan mengingat dengan cara yang apling efektif ketika melakukan sesuatu, bermain, mengadakan perjalanan, membangun sesuatu, memasak, membuat, mengalami, mengunjungi, bertemu, dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka mampu belajar dan mengingat dengan sangat mudah juga baik melalui kegiatan yang melibatkan seluruh tubuh.
*****
Pengetahuan tentang kisaran preferensi penyerapan informasi, pentingnya modalitas, dan seberapa kuat modalitas itu pada setiap individu akan membantu orang tua untuk memahami kebutuhan belajar sejati anak-anak mereka. Mengenali gaya belajar memacu anak melejitkan prestasinya.
“Setiap orang BISA belajar, tetapi setiap orang belajar dengan cara yang berbeda”
Sumber: The Power of Learning Styles
Tidak ada komentar:
Posting Komentar