Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan yang sangat diperlukan seorang anak manusia untuk mengatasi masalah atau kesulitan agar bisa berhasil dalam kehidupan ini, selain kemampuan lainnya seperti IQ, EQ atau SQ), demikian penelitian ahli Paul G. Stoltz, Ph.D.
Stoltz menyampaikan hal ini, karena ada orang yang OTAK ENCER (memiliki IQ di atas rata-rata), MULUT LEMEH (memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik), FRIENDLY juga penyesuaian dirinya baik, tapi kurang mampu menghadapi masalah-masalah yang menghadang. Pada akhirnya ia gagal mencapai apa yang menjadi tujuannya. Malah banyak yang jadi tukang gossip he..he..
Stoltz meneliti ada 3 tipe anak sehubungan dengan kemampuan mengatasi masalah tersebut, yang dia umpamakan seperti orang yang mendaki gunung.
- Tipe QUITTERS (mereka yang berhenti dan menyerah)
- Biasanya memilih tempat cukup di kaki gunung dan biasanya memilih dekat sungai dan banyak warung he..he..)
- Biasanya sibuk ber-foto ria dengan latar belakang gunung yang indah, tinggi dan lengkap karena gunungnya masih jauh he..he..
- “Mana bisa motret gunung kalo di puncak gunung, bukan?” demikian celoteh canda mereka.
- Biasanya berusaha menjauh dari permasalahan, rasa takut dan kuatir lebih kuat dari rasa keinginan bertindak (action).
- Saat melihat atau menghadapi kesulitan, ia akan memilih mundur, dan tidak berani menghadapi permasalahan.
2. Tipe CAMPERS (mereka yang berkemah)
Adalah anak yang belum mencapai puncak gunung tapi sudah merasa puas dengan hasil yang telah dicapainya saat ini. Ia tak mau mendaki lebih tinggi karena risiko yang terlalu besar. Pendaki gunung tipe ini:
- Biasanya lebih menyiapkan diri untuk jalan aman kembali turun dari pada memikirkan bagaimana strategi naik ke puncang gunung.
- Biasanya mencari tempat yang cukup aman dan nyaman. “Ah, paling tidak aku bisa berkemah dengan selonjor kaki. Dari pada tidur dalam posisi jongkok di atas gunung” demikian imajinasi “aman” mereka.
- Biasanya cepat puas atau selalu merasa cukup berada di posisi tengah.
- “Tujuan aku camping kok, bukan mendaki puncak gunung. Ngapain juga nyusahin diri” demikian pembelaan diri mereka.
- Biasanya mengabaikan kemungkinan, peluang atau kesempatan baru yang bisa didapat, bila melangkah lebih tinggi dan lebih jauh.
3. Tipe CLIMBERS (mereka sang Pendaki Gunung sejati)
Adalah anak yang mempunyai tujuan, punya impian, punya target atau sasaran, atau paling tidak sudah punya sesuatu yang ingin diwujudkan. Dan, untuk merealisasikan ide itu, mereka memiliki kemauan dan mampu mengusahakan dengan ulet, tekun dan gigih. Mereka:
- Memiliki rasa ingin tahu atau rasa “Penasaran” yang besar. “Wah, pasti seru nih!” demikian kira-kira mindset dalam benak mereka.
- Memiliki rasa percaya diri yang besar. “Paling tidak, aku sudah usaha yang maksimal dan aku punya pengalaman baru (bukan kegagalan)”
- Memiliki keberanian menghadapi sesuatu yang baru. “Anything is POSSIBLE. Gimana bisa tahu, kalo nggak mencoba” tentu dalam konteks positip ya…
- Memiliki disiplin yang tinggi. “Aku harus selesaikan apa yang telah aku mulai” demikian tekad dalam diri mereka.
- Tipe inilah yang tergolong memiliki AQ yang baik.
Nah, apakah kecerdasan mengatasi masalah ini bisa dihasilkan tiba-tiba atau instant? Tentu saja jawabanya TIDAK. Harus ada PROSES yang dilalui. Harus ada LATIHAN dengan disiplin yang baik. Dan juga, harus ada UJIAN-nya. Kalau tidak, kita tidak pernah tahu kita berada di kelas berapa, bukan?
Apakah bisa dipercepat proses melatih AQ ini? Tentu, peluang mempercepat proses ini makin besar sejak ditemukannya NLP. Banyak sekali teknik-teknik NLP yang mendukung hal ini. Kebetulan, saya punya beberapa pengalaman tentang hal ini saat dipercaya membantu para atlet PASI Jatim pada PON di Palembang beberapa tahun lalu.
Baiklah berikut ini beberapa ide dan tip praktis NLP ala saya, yang semoga saja bisa berhikmah untuk Anda sebagai orang tua dalam melatih anak-anak Anda menjadi anak Tangguh atau lebih tangguh dari sebelumnya.
Dasarnya sederhana saja karena Allah sudah memberikan kita alat bantu agar kita bisa lebih mudah mengeksplorasi dunia, maka gunakan saja alat bantu itu yakni alat indra kita: Mata, Telinga dan alat Perasa. Dalam NLP dikenal istilah V.A.K (Visual, Audiotori dan Kinestetik)
Artinya dalam menstimulasi atau melatih “mental” anak-anak untuk menjadi tangguh, usahakan dan libatkan ke 3 unsur tersebut agar dapat terekam dengan baik oleh mereka yang akan menjadi pengalamandi kehidupan mereka di masa mendatang.
Beberapa cara “Kampoeng” yang dianggap kuno tapi menurut NLP ala saya adalah NLP yang luar biasa, khususnya untuk menstimulasi anak-anak yakni:
Dongeng
Ah, mendongeng adalah metode yang luar biasa dampaknya. Masih tersimpan dengan sangat baik di otak saya, bagaimana Tante saya yang kami panggil “Engkim Luluk” mendongeng dengan mimik semangat di depan kami tiga bersaudara yang duduk kursi panjang beranda rumah, sore menjelang malam hari, sekitar tahun 1970an. Ehm, dongeng betapa cerdiknya Sang Kancil dalam menghadapi tantangan serigala. Ternyata Gambar Kancil terekam dengan sangat kuat di benak saya sampai saat ini, karena ternyata otak kita menyimpan GAMBAR KANCIL bukan huruf “K A N C I L” bukan?
Nah, mendongengkan sendiri pesan akhlak, pesan nilai-nilai atau pesan mental yang ingin Anda tanamkan kepada jiwa anak Anda, tentu sangatlah baik. Anad hanya perlu melatih diri untuk melibatkan seluruh indra Anda saat bercerita. Jadilah si Kancil dengan gerakan, suara dan rasa percaya diri yang besar karena cerdik.
Untuk dongeng monyet yang lincah, Anda tentu perlu belajar jadi monyet. Bukan? He..he.. Baik juga pergi ke Ubud Bali dan belajar dengan “saudara” tertua kita di Monkey Forest… kebetulan saya sedang berada disini saat menulis artikel ini dan memang sedang belajar dengan mereka he..he..
Bermain
Beberapa permainan “Kampoeng” menurut observasi saya, sungguhlah sangatlah efektif dalam melatih ketangguhan anak-anak. Misalnya:
Permainan Lompat Karet
Umumnya dimainkan oleh anak-anak perempuan. Selain melatih kelenturan fisik, juga melatih diri untuk tetap TENANG saat menghapi tekanan. Karena biasanya pihak yang mendapat giliran memutar karet akan mempercepat putarannya, jika pihak pelompat karet bisa terus mengatasi tingkat tantangan yang diberikan. Misal: batas dengkul, batas paha, batas pinggan, batas pundak, batas kepala dan batas kepala plus satu jengkal tangan atau disebut batas “MERDEKA!!!”
Permainan Kelereng
Dengan beberapa kombinasi tantangan atau tingkat kesulitan tertentu, membuat anak-anak harus meningkatkan kemampuannya, kalau tidak akan kalah. Nah, saat kalahpun ini adalah latihan yang baik untuk anak-anak dalam mengatasi rasa kalah. Memilih menyerah atau malahan makin giat berlatih?
Dalam pengalaman saya bermain kelereng saat masih kecil, sering kali kita berhadapan dengan situasi yang sulit untuk “menembak” kelereng yang dituju. Semakin terlatih, semakin mudah kita menghadapi situasi sulit tersebut. Saat bisa mengatasi situasi sulit itu, tersimpan rasa bangga dalam diri ini. “Yes, I CAN Do It!” bukan kelerengnya…
Nah, selanjutnya silahkan Anda kembangkan sendiri nilai-nilai atau sikap mental apa yang Anda ingin tanamkan ke anak-anak Anda, berikut ini beberapa ide saja yang semoga menjadi referensi hikmah.
Misal: kita ingin mengajarkan “KETEKUNAN”
MERAJUT: Anda bisa mencontohkan (visual) bagaimana nikmatnya (rasa) membuat rajutan. Lamanya waktu proses pembuatan bisa menjadi pelajaran akan ketekunan, juga kesabaran.
MEMBATIK: merupakan contoh yang luar biasa dan sangat mengagumkan akan makna ketekunan dan kesabaran. Selain manfaat untuk pelestarian budaya. Biaya pelatihan jadi murah, peralatanpun sekarang Anda bisa peroleh dengan mudah ditoko-toko batik di kota-kota besar Jawa Tengah.
Contoh menstimulasi: MENYERANG & BERTAHAN
CATUR adalah pilihan yang baik dalam menstimulasi anak-anak untuk memiliki mental kapan harus menyerang, kapan harus bertahan. Karena ada giliran bermain menyerang dengan bidak putih dan bermain bertahan dengan bidak hitam. Permainan ini menjadi salah satu kegemaran saya sejak saya SD dan salah seorang teman yang berjasa untuk hal ini adalah teman SD saya bernama Parlin Hasibuan yang dengan telaten mengajarkan saya bermain catur sampai kami berpisah setamat SMP.
Contoh menstimulasi: KETANGGUHAN & “PAIN TOLERANCE”
OLAHRAGA adalah pilihan terbaik untuk melatih ketangguhan anak-anak, karena ada saat-saat mereka harus melawan rasa sakit dan ini sangat penting kekuatan mereka di masa depan, sehingga mereka akan memiliki toleransi yang tinggi terhadap rasa sakit yang mungkin saja semakin meningkat dengan tantangan yang lebih berat. Bukankah sebuah hal yang mustahil otot yang kekuatan angkat bebannya hanya 20 kg, bisa mengangkat beban yang beratnya 50 kg, bukan? Tentu, diperlukan otot dengan kekuatan angkat minimal 50 kg juga.
RENANG dengan satu gaya yang monoton adalah sarana latihan mental yang baik, misal berenang dengan gaya dada selama 2 jam. Bukan renang dengan kecepatan. Atur saja, sesuai kebutuhan. Jika tekanan yang ingin Anda ciptakan, tentu lomba renang dengan kecepatan adalah pilihan stimulasi yang baik. Jika daya tahan, tentu lama waktu yang jadi pilihan.
BERSEPEDA juga merupakan cara yang kreatif untuk menstimulasi anak-anak akan kemampuan toleransi mengatasi rasa sakit, khususnya perjalanan yang menantang seperti ke gunung atau mountain bike.
MARATON adalah pilihan yang paling praktis dan murah tentunya, selain bisa dilakukan kapan saja, juga bisa kapan saja. Lama waktu (bukan kecepatan) adalah stimulasi yang sangat baik untuk daya tahan, khususnya ketangguhan dan membuat strategi di dalam diri untuk terus melangkah sampai tiba di tujuan.
Maraton berbeda dengan olah raga lain, karena dalam pengalaman saya sejak SD yang hamper setiap minggu pagi marathon dengan teman-teman, saya selalu berhasil mengatasi suara dalam diri saya (self talk) untuk menyerah. Saya selalu katakana: “Krishna terus, terus dan terus lari sampai FINISH. Paling pingsan, gak mungkin mati kok”
Ingat sobatku, berjuang menggapai impian tidak akan membuat Anda mati. Jikapun Anda mati, maka Anda akan mati dengan kemenangan.
Krishnamurti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar